Sabtu, 11 September 2010

Keheningan


Air mata yang bercucuran, terbendung dalam sakitnya hati. Rasa sakit yang membunuh, layaknya tubuh yang terbakar api yang ganas. Hujan yang bercucuran air mata, layaknya aku yang menangisi kesalahan. Aku bagaikan angin yang berhembus tanpa arah dan tidak ada tujuan. Yang ada hanyalah air yang mengalir terbawa arus yang deras. Tidak ada sesuatu hal yang dapat mengembalikan semua, seandainya aku tak berpikir bodoh semua ini tak akan ada. Tidak ada artinya aku melakukan sesuatu, layaknya harapan kosong yang tidak terisi oleh apapun. Mungkin semua ini tak akan kembali, seperti lilin yang pudar dan padam.

Abadi


Kekal abadi di dalam kesendirian, terlupakan dan terbuang ke dasar jiwa yang terdalam. Layaknya karang yang terhempas oleh ombak dan menghilang. Aku menginginkan masa lalu, mengiginkan kehidupanku yang hilang. Membuat suatu kesalahan dan semua ingatan terhapus, seperti papan tulis hitam yang ternodai. Badai hati yang membuatku merasakan kesengsaraan, sendirian dan sepi di dalam kegelapan yang tak kunjung hilang.

Kepastian


Suara yang halus dan lembut, membawaku kepada suatu kesedihan. Ku merasakan sesuatu yang ku pendam, rasa ini sungguh menusuk jiwa. Aku menyerah pada sesuatu yang ku kejar, sesuatu yang membuatku merasakan hati dan jiwa. Terlalu jauh aku terjatuh ke dalam kehidupan yang menyakitkan, dari dalamnya duniamu yang tak dapat ku gapai. Aku hanya melihat dan tak bisa merasakan, hati dan jiwaku dalam jiwa yang abadi.

Waktu


Akhirnya semua menghilang tanpa sisa, serpihan yang terbang terbawa angin dan menghilang tanpa bekas. Aku hany tinggal menunggu waktu, menunggu suatu kenyataan hidup. Tanpa seorangpun dalam hidupku, kesedihan tak melanda seseorang. Aku hanya tidak ngin kenyataan hidupku diketahui, kenyataan hidup yang terlalu menyakitkan untuk diingat. Kehidupanku terlalu banyak kesedihan, masa lalu yang akan terus terbawa mengikuti arus waktu. Waktu akan terus berjalan, sampai jantung berhenti berdetak.

Senin, 16 Agustus 2010

Kutukan

Tambah Gambar
Sesuatu yang mati dalam diriku adalah rasa percaya. Sungguh semua penghianatan ini membuatku muak. Layaknya tetesan hujan yang hanya meninggalkan butiran air. Aku hanya menahan amarah, layaknya pohon yang menahan hembusan badai. Dan bodohnya aku, kalian hanya menganggapku boneka yang bodoh. Hanya kalian yang selalu datang menertawakanku. Sampai kapan aku harus menanggung senua ini, menanggung kesedihan dan penyiksaan. Aku hanya hidup bagai dalam buai belaka. Kutukan yang tak pernah kuinginkan ini datang dan menghancurkan semua. Setiap kisah pasti ada akhir yang harus dilalui, begitu juga akhir kisah ini bersama kutukan abadi yang tak pernah hilang. Kelelahan jiwaku tiada hentinya, layaknya kertas yang terbakar. Keindahan palsu yang menyisakan kengerian dan penyiksaan tiada akhir.

Sabtu, 31 Juli 2010

Crying Rain (Indonesia version)

Hujan yang mulai jatuh meleleh ke aspal kering
Dingin ini membungkus tanganku yang dicampur dengan sedikit demam
Tanpa melihat air mata aku berjalan balik ke sesuatu hal
Sampai akhirnya aku bahkan mengkhianatimu
Tapi kau tahu, itu dapat mengubahku tetap seperti ini sampai aku akan membuang harapanku
Selalu denganmu aku ingin melihat mimpi yang sama sepertimu ...

Hari-hari yang berulang adalah memendam kita lebih dan lebih
Bahkan yang dicat pada hari itu
Malam menjatuhkan ke bawah dan tidak pernah berhenti menangis
Malam menangis menangis
Hujan yang mulai jatuh dan mengambil dalam hembusan bumi dengan angin
Dikumpulkan setengah hati, wajahku tercermin dalam genangan air.

Apakah keberatan? Hanya ada satu jawaban
Ini adalah hasil yang lahir dari penderitaan Tolong jangan tanya saya lagi
Jika saya menyalahkan diri sendiri akan perasaan saya, menjadi sedikit lebih nyaman?
Dengar, selalu aku hanya berpura-pura menjadi korban

Aku berjalan dibaris kemunafikanku bahkan jika kita tertawa bersama
Hujan mencuci segalanya
Yang benar adalah bahwa aku menangis pada hari, kau bilang sudah berakhir dan
senyum palsuku mencair

Aku terus meragukan, aku merana
Karena aku pikir aku bisa hidup menjadi kuat
Aku terus meragukan, aku merana
Sampai kita bisa tertawa tentang hari-hari bersama

Tidak pernah berakhir Perlahan pikiranku memegang bernapasku
Aku menutup mata dan menghembuskan napas
Aku ingat hari itu aku sangat menggenggam tangamu
Sampai besok


Selasa, 27 Juli 2010

~Berdiri Sendiri~


Terlihat dalam diriku, hanyalah gumpalan kapas yang basah karena air mata. Yang kupikirkan hanyalah sebuah pikiran bodoh, yang mustahil. Aku memang bukan seorang raja yang bisa mendapatkan seluruh materi, tapi aku punya hati yang dapat merasakan siksaan. Angin membawaku pada sebuah arti, suatu penderitaan yang sebenarnya. Kekelaman yang abadi, cahaya yang hilang untuk selamanya. Kengerian tiada akhir, hanya batas waktu yang dapat menghilangkan semuanya. Aku hanya tak butuh suatu penyesalan, aku tidak ingin dipermainkan lebih lama lagi. Dan hancurkan perisai yang membelenggu hati.